Belakangan ini banyak anggota DPR fraksi PKS walk out dalam suatu
rapat yang dipimpin Fahri Hamzah. Tidak hanya sampai disitu, mereka
mengultimatum jika kedepan rapat DPR Fraksi PKS masih dipimpin Fahri,
maka tidak akan ada yang hadir lagi. Seperti diketahui bahwa Fahri
Hamzah dipecat partainya (PKS), Fahri bukan kader PKS lagi. Atas dasar
itulah penolakan bergulir dikhawatirkan rapat dan hasil rapat tidak
memiliki legitimasi (keabsahan).
Lebih jauh sebetulnya anggota DPR Fraksi PKS mengatakan bahwa Fahri sudah tidak legitimate sebagai anggota DPR, penilaian ini tentu juga berdampak terhadap kedudukannya sebagai Wakil Ketua DPR. Pemikiran seperti ini tidak tepat.
Lebih jauh sebetulnya anggota DPR Fraksi PKS mengatakan bahwa Fahri sudah tidak legitimate sebagai anggota DPR, penilaian ini tentu juga berdampak terhadap kedudukannya sebagai Wakil Ketua DPR. Pemikiran seperti ini tidak tepat.
Memang
anggota DPR itu kader parpol dan pada waktu pencalonan atau memutuskan
maju mencalonkan diri sebagai anggota DPR diusung oleh parpol
sebagaimana termaktub dalam konstitusi (Pasal 22E ayat (3) UUD 1945),
hakikatnya pemilihan anggota legislatif adalah pemilihan parpol.
Parlemen kamar DPR sesungguhnya diisi oleh parpol, parpol memperjuangkan
aspirasinya melalui anggota DPR yg menjadi kadernya. Terdapat politik
balas budi sebetulnya bila kita telaah. Sebab oleh karena parpol yg
mengusung calon anggota DPR dan turut pula memperjuangkan kemenangannya,
dan setelah berhasil menjabat, maka konsekuensi politis yg harus
diterima adalah bahwa siapapun anggota DPR itu tidak boleh membangkang
dan menentang kemauan partainya. Jika muncul pembangkangan, maka
undang-undang parpol mengisyaratkan recall kepada anggota DPR oleh
partainya. Namun yg menarik dalam kasus Fahri Hamzah, ia tidak di recall
oleh partainya tetapi partainya tidak lagi mengakui Fahri sebagai kader
alias sudah dipecat. Hal ini berdampak dari mangkirnya anggota DPR
Fraksi PKS tidak sudi rapat dipimpin Fahri dengan alasan unlegitimate
(tidak memiliki keabsahan).
Pendapat dari mereka yg mangkir itu
tidak sepenuhnya benar, keabsahan atau legitimasi Fahri sebagai anggota
DPR tetap melekat, sebab sewaktu pemilihan umum legislatif dia kader
PKS, diusung PKS, dan menang pemilu.
Kedudukan Fahri sebagai anggota DPR tetap legitimate, sebab rakyat yg memilihnya. Legitimasinya bersumber dari rakyat. Baik secara politik maupun secara hukum/konstitusional Fahri tetap legitimate. Pemberhentian anggota DPR sudah ditentukan dalam undang-undang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD). Kasus Fahri dipecat parpolnya namun tidak ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh parpolnya (recall). Mengenai recall ini masih debatable, tapi saya berpendapat sebagaimana sudah saya terangkan dimuka, secara politis, hukum atau konstitusional Fahri tetap legitimate. Sebab legitimasinya bersumber dari rakyat dan ia sudah menempuh proses politik secara konstitusional. Mengingat derajat keabsahannya yang tinggi, tidak boleh parpol melakukan recall untuk. Tidak sepantasnya recall itu.
Kedudukan Fahri sebagai anggota DPR tetap legitimate, sebab rakyat yg memilihnya. Legitimasinya bersumber dari rakyat. Baik secara politik maupun secara hukum/konstitusional Fahri tetap legitimate. Pemberhentian anggota DPR sudah ditentukan dalam undang-undang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD). Kasus Fahri dipecat parpolnya namun tidak ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh parpolnya (recall). Mengenai recall ini masih debatable, tapi saya berpendapat sebagaimana sudah saya terangkan dimuka, secara politis, hukum atau konstitusional Fahri tetap legitimate. Sebab legitimasinya bersumber dari rakyat dan ia sudah menempuh proses politik secara konstitusional. Mengingat derajat keabsahannya yang tinggi, tidak boleh parpol melakukan recall untuk. Tidak sepantasnya recall itu.
Dalam negara demokrasi ini harus
dipahami bahwa parpol bukan wakil rakyat, bukan manifestasi rakyat.
Melainkan hanya fasilitator yg menghubungkan rakyat dg wakilnya yaitu
anggota parlemen, yang menghubungkan rakyat dengan pemimpinnya yaitu
Presiden dan Wakil Presiden. Anggota parlemen itulah yg secara nyata
merupakan penjelmaan seluruh rakyat, yg memperjuangkan aspirasi rakyat.
Representasi anggota DPR tidak hanya ditandai dengan kehadirannya secara
fisik di parlemen (representasi formal), namun juga representasi
materil yaitu benar-benar aspiratif dan memperjuangkan aspirasi rakyat
konstituennya secara utuh. Segala apapun yg dikehendaki rakyat kesanalah
tujuan hendak diarahkan meskipun itu bertentangan dengan kemauan
parpol/ penguasa parpolnya. Aspirasi dan arah kebijakan parpol
seharusnya paralel dengan kemauan rakyat. Karena itu parpol dituntut
untuk harus responsif terhadap fenomena dan dinamika kondisi akan
kebutuhan hukum masyarakat. Politik balas budi atau balas jasa parpol
sebagai fasilitator hendaknya tidak hanya didasarkan pada
penilaian-penilaian di luar hukum yaitu politis semata-mata. Tapi
konstitusi harus benar-benar dijiwai dan dipahami. Karena itu pemahaman,
penjiwaan, pendalaman, terhadap hakikat kehidupan berbangsa dan
bernegara itu sangatlah penting.